Negara Islam dan Perdagangan
NEGARA ISLAM DAN PERDAGANGAN
Perdagangan ditengah masyarakat sudah dikenal sejak sebelum kedatangan Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau pun terlibat langsung dalam perdagangan. Mayoritas dari sepuluh shahabat yang dijamin masuk syurga pun memiliki profesi sebagai pedagang. Dan Allâh menghalalkannya dalam firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan dasar suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu [an-Nisâ`/4:29]
Bahkan ijma’ kaum Muslimin menunjukkan kehalalan profesi ini.
Apa itu Tijârah ?
Tijârah (perdagangan) adalah proses usaha dengan membeli barang kemudian berupaya menjualnya dengan harga lebih tinggi dengan maksud mendapatkan keuntungan. Keuntungan tersebut adalah selisih antara dua harga tersebut.
obyek perdagangan mencakup barang atau jasa. tijarah adalah profesi orang yang digeluti seseorang sedangkan pelakunya dalam bahasa arab dinamakan Tâjir.
Pedagang (tâjir) kadang melakukan aktifitas perdagangannya dengan menggunakan hartanya sendiri dan terkadang dengan harta orang lain, baik dengan wakâlah, mudhârabah atau musyârakah.
Islam Membantu Perdagangan dan Pedagang
Syariat Islam ternyata tidak hanya sebatas menghalalkan perdagangan namun juga memberikan kemudahan-kemudahan atas perdagangan dari beberapa sisi, diantaranya :
- Meringankan ibadah dengan diperbolehkannya mengqashar shalat dan berbuka di bulan Ramadhan bagi musâfir, baik safarnya untuk berdagang atau selain perdagangan.
- Allâh Azza wa Jalla menghapus dari kaum Muslimin kewajiban shalat tahajjud di malam hari setelah mereka mengamalkannya selama setahun. Namun Allâh Azza wa Jalla meringankan hal itu dari mereka dan menjelaskan bahwa sebab keringanan tersebut adalah kebutuhan mereka untuk bepergian safar untuk keperluan dagang juga dengan sebab-sebab lainnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
اِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ اَنَّكَ تَقُوْمُ اَدْنٰى مِنْ ثُلُثَيِ الَّيْلِ وَنِصْفَهٗ وَثُلُثَهٗ وَطَاۤىِٕفَةٌ مِّنَ الَّذِيْنَ مَعَكَۗ وَاللّٰهُ يُقَدِّرُ الَّيْلَ وَالنَّهَارَۗ عَلِمَ اَنْ لَّنْ تُحْصُوْهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَءُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْاٰنِۗ عَلِمَ اَنْ سَيَكُوْنُ مِنْكُمْ مَّرْضٰىۙ وَاٰخَرُوْنَ يَضْرِبُوْنَ فِى الْاَرْضِ يَبْتَغُوْنَ مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ ۙوَاٰخَرُوْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۖفَاقْرَءُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُۙ وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاَقْرِضُوا اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًاۗ وَمَا تُقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللّٰهِ ۙهُوَ خَيْرًا وَّاَعْظَمَ اَجْرًاۗ
Sesungguhnya Rabbmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allâh menetapkan ukuran malam dan siang. Allâh mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’ân. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allâh; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allâh, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’ân dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allâh pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allâh sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. [al-Muzammil/73:20].
- Allâh Azza wa Jalla mengizinkan kaum Muslimin untuk berdagang dalam perjalan hajinya. Padahal pada asalnya adalah mengikhlaskan ibadah dengan cara seorang hamba keluar dengan niat ibadah saja. Oleh karena itu sebagian shahabat merasa berdosa bila berdagang di haji hingga turun firman Allâh Azza wa Jalla :
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكُمْ ۗ فَاِذَآ اَفَضْتُمْ مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوْهُ كَمَا هَدٰىكُمْ ۚ وَاِنْ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الضَّاۤلِّيْنَ
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Rabbmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allâh di Masy’aril haram. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allâh sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. [al-Baqarah/2:198]
Sebab Keuntungan dalam Tijârah
Ada beberapa sebab terwujudnya keuntungan dalam tijarah ini, diantaranya:
- Penyimpanan barang setelah pembelian di masa-masa banyak produk barang tersebut yang biasanya murah, karena banyak persedian barang. Lalu dipasarkan pada waktu keberadaan barang tersebut mulai sedikit dan stoknya mulai menipis. Ini yang dinamakan dalam istilah fikih dengan Ihtikâr. Praktek seperti ini terlarang dalam beberapa keadaan. Pengaruh keuntungannya disini adalah unsur waktu.
- Memindahkan barang dari tempat produksinya dan tempat yang banyak orang membutuhkan barang tersebut. Ini dinamakan dalam istilah para ahli fikih dengan al-jalab. Disini yang berpengaruh dalam mendatangkan keuntungan adalah unsur tempat.
- Menjual barang yang ada dengan pembayaran tempo yang lebih tinggi dari harga umum ketika pembelian secara kontan atau cash. Metode seperti ini mendatangkan maslahat atau nilai positif untuk membantu pembeli. Sebaliknya menjual barang yang belum ada dengan pembayaran kontan dan biasanya harganya lebih rendah dari nilainya diwaktu transaksi tersebut. Ini maslahat untuk membantu penjual. Metode penjualan kedua dalam syari’at Islam disebut dengan bai’ salam.
- Jual eceran setelah membelinya secara grosir dalam jumlah besar.
Jelas disini pedagang telah memberikan pelayanan besar yang menjadikannya berhak mendapatkan keuntungan. Masih ada sebab-sebab lain yang bisa dipergunakan untuk meraih keuntungan.
Kehalalan, Pengaturan dan Pengawasan Perdagangan Memberikan Mashlahat Kepada Masyarakat
Peran pedagang sebagai fasilitator antara produsen dan konsumen sangatlah penting dan bermanfaat. Seandainya setiap konsumen harus pergi sendiri ke tempat produksi barang yang beranekaragam baik pertanian maupun industri untuk mendapatkan kebutuhan hidupnya, tentu itu akan beresiko tinggi yaitu bisa menyebabkan pekerjaan mereka terhenti dan mereka akan kesulitan dalam mengangkut dan menjaga barang yang dibelinya. Terkadang juga konsumen membutuhkan suatu barang padahal itu diluar waktu produksi. Ini juga kesulitan lain yang akan muncul saat konsumen datang langsung ke tempat produksi.
Juga seandainya produsen diharuskan mengirim barang produksinya kepada para konsumen di tempat dan di saat para konsumen itu membutuhkannya, tentu itu akan menyulitkan mereka dan bisa memutus konsentrasi mereka dalam memproduksi.
Para pedagang memiliki jasa sebagai perantara untuk melaksanakan dua tugas pokoknya yaitu:
- Membantu produsen dengan mengambil dan menyalurkan hasil produksi mereka.
- Membantu konsumen dengan menyediakan barang-barang yang mereka butuhkan. Para pedaganglah yang memindahkan barang-barang tersebut dari tempat produksinya ke pasar, juga menjaga kelayakan barang sampai saat barang itu dibutuhkan oleh konsumen. Para pedagang ini mengerahkan kemampuan fisik, akal, modal dan semua yang dimilikinya untuk bisa mencapai tujuan tersebut di atas.
Dengan adanya peran pedagang ini maka kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi dan ini tentunya kemashlahatan besar yang akan dirasakan seluruh masyarakat.
Peran Negara dalam Pengaturan Perdagangan.
Aktivfitas perdagangan itu perlu pengaturan karena menyangkut hubungan pedagang dengan produsen, eksportir dan konsumen, juga menyangkut hubungan pedagang dengan buruh, karyawan dan pihak-pihak lainnya.
Pada asalnya membuat peraturan untuk mengatur aktifitas perdagangan itu adalah mubah, namun kadang bisa jadi sunnah atau wajib sesuai kondisi dan keadaan. Oleh karena itu, syariat memberikan ketentuan dan asas dalam perdagangan yang baik dan halal.
Ketentuan Syariat berkaitan dengan pembuatan aturan perdagangan :
- Peraturan tersebut tidak menyelisihi hukum syariat.
- Komitmen menjadikan tujuan dari penetapan peraturan tersebut adalah merealisasikan kemashlahatan umum dalam masyarakat bukan kepentingan pribadi.
- Peletak peraturan harus para pakar yang memiliki kapabilitas tinggi untuk mengukur kepentingan-kepentingan dan implikasi, baik yang nampak ataupun yang belum nampak yang akan muncul dari penetapan peraturan-peraturan tersebut.
- Mengetahui peraturan-peratutan yang dimiliki kaum Muslimin di masa kenabian dan pemerintahan Khulafa’ur Râsyidîn serta masa-masa emas peradaban Islam. Menjadikan hal ini sebagai dasar pembuatan skema sistem aturan setelah melakukan inovasi menyesuaikan dengan tuntutan zaman. Semua ini agar bangunan peradaban Islam terus bersambung dan berkembang dari akarnya yang hakiki dan asasnya yang didasari dari Islam. Tidak mengapa mengadopsi peraturan milik non Muslim dengan syarat tidak menutupi bentuk dan warna Islamnya.
Sedangkan asas yang menjadi pondasi tegaknya tijârah (perdagangan) adalah:
- Kebebasan setiap orang memilih profesi dagang dan kebebasan memilih jenis perdagangan yang akan ia lakukan. Pemerintah atau negara tidak boleh membatasi kebebasan ini kecuali dalam batasan yang mesti dilakukan untuk merealisasikan kepentingan umum atau mencegah kerusakan umum atau mengatur pekerjaan untuk menjamin keistiqâmahan sesuai ketentuan syariat.
- Kebebasan menentukan harga. Sehingga pedagang tidak dipaksa menjual barang dengan harga tertentu.
- Menjaga tingkat masyarakat fakir. Apabila negara melihat adanya kecenderungan para pedagang meninggikan harga dengan sangat tinggi, maka wajib baginya untuk melakukan perlindungan terhadap masyarakat yang berekonomi lemah dengan cara-cara ekonomi yang efektif. Negarapun boleh campur tangan seakan-akan sebagai pesaing dengan tujuan mengembalikan harga kepada harga yang wajar dan normal misalnya dengan melakukan operasi pasar.
- Pedagang memberikan kebebasan kepada para pembeli agar benar-benar ridha dengan barang yang dijual belikan sebagai kompensasi harta yang dikeluarkan para pembeli. Hal ini dijelaskan dalam firman Allâh Azza wa Jalla ;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. [an-Nisâ`/4: 29].
Untuk merealisasikan rasa suka sama suka ini, syariat melarang bentuk jual beli “talaqqi al-jalab”, an-najâsy, tadlîs dan al-ghabn serta yang lainnya.
Kesimpulannya apabila pembeli mengetahui hakekatnya maka ia tidak ridha, oleh karena itu pedagang tidak boleh melakukannya.
- Larangan melakukan aktifitas perdagangan pada barang-barang yang diharamkan syariat seperti khamr, narkoba dan lain-lainnya.
- Adat kebiasaan pedagang berlaku dalam semua hal yang tidak menyelisihi hukum syar’i selama tidak terjadi kesepakatan menyelisihi kebiasaan tersebut.
- Melarang bisnis perdagangan pada waktu-waktu terlarang dalam syari’at, seperti setelah adzan jum’at berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Wahai orang-orang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu untuk mengingat Allâh dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui. [Al-Jumu’ah/62:9]
- Hak profesi dagang dilindungi bagi seluruh rakyat baik kaum Muslimin maupun non Muslim dengan syarat non Muslim harus komitmen dengan hukum-hukum Islam. Ditambah non Muslim harus mendapatkan izin resmi dan dengan berserikat dengan Muslim agar muamalahnya atau aktifitas dagangnya bersih dari hal-hal yang dilarang. Juga agar tidak bermaksud merusak perekonomian umat Islam. Tidak sepatutnya diberikan izin resmi kecuali bila kemaslahatannya untuk kaum Muslimin lebih besar atau sama.
- Perdagangan luar negeri dengan negara lain atau sebagian rakyat mereka adalah boleh baik buat negara Islam atau rakyatnya.
- Memperhatikan hukum-hukum syariat tentang jual beli dan dilarang jual beli yang terlarang.
Peran Negara Islam dalam Perdagangan.
Negara Islam memiliki peran dalam perdagangan dengan melakukan hal berikut :
- Mengeluarkan aturan yang mengontrol proses perdagangan
- Mengawasi pasar dan tempat perdagangan agar memenuhi syarat sah jual beli dan bebas dari bahan-bahan terlarang dan yang merusak.
- Mengawasi alur perdagangan melalui aturan badan pengawas syariat.
- Mengawasi perdagangan eksport dan import.
- Mengarahkan para pedagang untuk memenuhi kebutuhan hakiki masyarakat dengan mendorong peningkatan produksi dan peredaran produk dalam negeri dan perlindungannya serta melarang penghamburan dan meminimalisir peredaran barang-barang tersier (kemewahan). Pemerintah boleh dalam mewujudkan hal ini untuk campur tangan melakukan operai pasar dengan kemampuan materi yang dapat mengarahkan dan mestabilkan harga pasar. Juga boleh dalam merealisasikan arahan dan perlindunagn dengan menggunakan perlindungan bea cukai dan subsidi.
- Mengambil zakat perdagangan dan pungutan kepada para pedagang dalam hal-hal yang diperbolehkan oleh syariat.
Demikian beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hubungan antara negara dan perdagangan, semoga bermanfaat.
(Diringkas secara bebas oleh Kholid Syamhudi dari makalah syaikh Muhammad Sulaiman al-Asyqar berjudul al-Usus wa al-Qawâ’id allati Tahkumu an-Nasyâth at-Tijâriy fil Islam yang ada dalam kitab Buhûts Fiqhiyah fi Qadhâyâ Iqtishâdiyah Mu’âsharah, hlm 137-152)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XVI/1433H/2012M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/42125-negara-islam-dan-perdagangan-2.html